Gunung Gede Pangrango merupakan dua gunung di Jawa Barat dengan beragam kekayaan yang terkandung didalamnya. Kekayaan alam hayati baik flora dan fauna, sejarah, juga beragam aktivitas yang sering dilakukan dikawasan ini.
Jika selama ini Gede Pangrango identik dengan pendakian saja, sungguh sangat keliru. Kita dapat menggali dengan lebih dalam, sebenarnya hal-hal apa saja yang terdapat di kawasan gunung legenda tanah Sunda ini selain pendakian.
Letak Gunung Gede Pangrango secara administratif berada di 3 wilayah. Wilayah itu antara lain Kabupaten Bogor, Cianjur, dan Sukabumi. Hal ini disebabkan oleh posisi kaki kedua gunung tersebut yang tersebar di ke 3 wilayah tersebut.
Gunung Gede-Pangrango merupakan dua gunung yang terdiri dari gunung Gede dan Gunung Pangrango. Walaupun seperti menyatu, ketinggian gunung Gede Pangrango berbeda. Ketinggian Gunung Gede adalah 2.958 m dpl (diatas permukaan laut). Sedangkan ketinggian gunung Pangrango adalah 3.019 m dpl. Kedua gunung ini dihubungkan oleh gigir gunung serupa sadel pada ketinggian +_ 2.400 m dpl, yang kita kenal saat ini sebagai daerah Kandang Badak.
Gunung Pangrango yang lebih tinggi , memiliki puncak berbentuk kerucut yang relatif mulus. Ini menandakan tipe gunung yang usianya relatif masih muda dan belum pernah meletus. Untuk Gunung Gede walau ketinggiannya lebih rendah, namun masih aktif. Ini daapat kita lihat dari keberadaan kawah-kawah aktif antara lain Kawah Wadon, Kawah Ratu, Kawah Baru, dan Kawah Lanang.
Titik puncak Gunung Gede terletak di atas tebing atau gigir kawah yang baru, namun gigir ini tak lagi utuh karena telah dihancurkan oleh letusan volkanik yang terjadi berulang kali. Gigir yang lebih tua adalah punggung gunung yang dikenal sebagai Gunung Gumuruh (2.929 m dpl); kawah-kawah dan puncak Gunung Gede yang sekarang terletak pada bekas kawah Gunung Gumuruh lama yang telah punah. Di antara gigir Gunung Gede dan gigir Gunung Gumuruh itulah terletak lembah dataran tinggi bernama Alun-alun Suryakancana (2.750 m dpl), yang penuh tertutupi oleh rumpun edelweis jawa yang cantik.
Kilas Sejarah Taman Nasonal Gunung Gede Pangrango
Air Terjun Cibeureum 1896
Gunung Gede Pangrango telah dikenal sejak dari zaman kerajaan dahulu kala. Bahkan di masa penjajahan, kawasan ini mempunyai nilai ekonomis yang sangat besar.
Kawasan Gunung Gede dan Gunung Pangrango sesungguhnya telah dikenal lama dalam dongeng dan legenda tanah Sunda. Salah satunya, naskah perjalanan Bujangga Manik dari sekitar abad-13 telah menyebut-nyebut tempat bernama Puncak dan Bukit Ageung (yakni, Gunung Gede) yang disebutnya sebagai “..hulu wano na Pakuan” (tempat yang tertinggi di Pakuan). Agaknya, pada masa itu telah ada jalan kuno antara Bogor (d/h Pakuan) dengan Cianjur, yang melintasi lereng utara G. Gede di sekitar Cipanas sekarang.
Pada masa penjajahan Belanda wilayah yang subur ini kemudian tumbuh menjadi area pertanian, terutama perkebunan. Dari tahun 1728 teh Jepang telah mulai ditanam, dan pada 1835 perkebunan teh ini telah dikembangkan di Ciawi dan Cikopo. Menyusul pada 1878 dikembangkan teh Assam, yang terlebih sukses lagi, sehingga mengubah lansekap dan perekonomian di seputar lereng Gede-Pangrango.
Kawasan Gede-Pangrango juga dikenal sebagai salah satu tempat favorit dan tertua, bagi penelitian-penelitian tentang alam di Indonesia. Menurut catatan modern, orang pertama yang menginjakkan kaki di puncak Gede adalah Reinwardt, pendiri dan direktur pertama Kebun Raya Bogor, yang mendaki G. Gede pada April 1819. Ia meneliti dan menulis deskripsi vegetasi di bagian gunung yang lebih tinggi hingga ke puncak. Reinwardt sebetulnya juga menyebutkan, bahwa Horsfield telah mendaki gunung ini lebih dahulu daripadanya; akan tetapi catatan perjalanan Horsfield ini tidak dapat ditemukan.
Dua tahun kemudian, melalui sehelai surat yang dikirimkan dari Buitenzorg (sekarang Bogor) pada awal Agustus 1821, Kuhl dan van Hasselt menyebutkan bahwa mereka baru saja menyelesaikan pendakian dan penelitian ke puncak Pangrango. Kedua peneliti muda itu menemukan banyak jejak dan jalur lintasan badak jawa di sana, bahkan mereka menggunakannya untuk memudahkan menembus hutan menuju puncak G. Pangrango. Delapan belas tahun kemudian Junghuhn mendaki ke puncak Pangrango pada bulan Maret 1839, dan juga ke puncak Gede dan wilayah sekitarnya pada bulan-bulan berikutnya, untuk mempelajari topografi, geologi, meteorologi, serta botani tetumbuhan di daerah ini. Sejak masa itu, tidak lagi terhitung banyaknya peneliti yang telah mengunjungi kawasan ini hingga sekarang, baik yang tinggal lama maupun yang sekadar singgah dalam kunjungan singkat.
Banyaknya peneliti yang berkunjung ke tempat ini tak bisa dilepaskan dari kekayaan dan keindahan alam di Gunung Gede-Pangrango, dan awalnya juga oleh keberadaan Kebun Raya Cibodas; yang semula—ketika dibangun pada 1830 oleh J.E Teijsman—sebetulnya dimaksudkan sebagai kebun aklimatisasi bagi tanaman-tanaman yang potensial untuk dikembangkan dalam perkebunan. Kebun yang kemudian dikembangkan menjadi kebun raya (lk. 1870), ini menyediakan tempat menginap yang cukup baik, sarana penelitian, serta catatan-catatan dan informasi dasar yang terus bertumbuh mengenai keadaan lingkungan dan hutan di sekitarnya. Pada tahun 1889, atas usulan Treub, sebidang hutan pegunungan seluas 240 hektare di atas kebun raya tersebut hingga ke wilayah sekitar Air Panas ditetapkan sebagai cagar alam oleh Pemerintah Hindia Belanda. Inilah cagar alam dan kawasan konservasi ragam hayati yang pertama didirikan di Indonesia. Belakangan, pada 1926, cagar alam ini diperluas hingga mencakup puncak-puncak gunung Gede dan Pangrango, dengan luas total 1.200 ha.
Bersama dengan meningkatnya kesadaran mengenai pentingnya lingkungan hidup, pada tahun 1978 Pemerintah Indonesia menetapkan Cagar Alam (CA) Gunung Gede Pangrango seluas 14.000 ha, melingkup kedua puncak gunung beserta tutupan hutan di lereng-lerengnya. Kemudian pada 6 Maret 1980 cagar alam ini digabungkan dengan beberapa suaka alam yang berdekatan dan ditingkatkan statusnya menjadi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango—satu dari lima taman nasional yang pertama di Indonesia, dengan luas keseluruhan 15.196 ha. Dan akhirnya, melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan nomor 174/Kpts-II/2003 tanggal 10 Juni 2003 tentang Penunjukan dan Perubahan Fungsi Kawasan Cagar Alam, Taman Wisata Alam, Hutan Produksi Tetap dan Hutan Produksi terbatas pada Kelompok Hutan Gunung Gede Pangrango, kawasan TN Gunung Gede Pangrango memperoleh tambahan area seluas 7.655,03 ha dari Perum Perhutani Unit III Jawa Barat, sehingga total luasannya kini menjadi 22.851,03 ha.
Kekayaan Alam
Keanekaragaman hayati yang terkandung di Gunung Gede Pangrango sangatlah melimpah, terutama flora pegunungan. Dari catatatan sejarah yang telah dituliskan diatas dapat diketahui bahwa kekayaan di kawasan ini menarik banyak ahli dan peneliti untuk mengeksplorasi kawasan Gunung Gede Pangrango. Seperti misalnya Thunberg yang telah membuat kajian botani pada tahun 1777 di wilayah ini. Lalu kemudian Blume yang mendaki puncak gunung Gede, yang untuk pertama kalinya menggunakan jalur pendakian yang kita kenal saat ini sebagai jalur pendakian Cibodas. Kemudian diikuti oleh Wallace yang mengikuti jalur ini pada tahun 1861 dalam rangka mengoleksi burung dan serangga, walaupun mendapatkan hasil yang kurang memuaskan.
Secara garis besar para ahli membedakan tipe hutan primer yang ada di kawasan pegunungan ini menjadi dua jenis, yaitu tipe hutan tinggi dan tipe hutan elfin atau hutan lumut yang selanjutnya dinamai pula dengan hutan alpinoid atau vegetasi sub alpin. Untuk tipe hutan tinggi lebih lanjut dibagi menjadi dua bagian yakni hutan pegunungan bawah dan hutan pegunungan atas.
Flora
Taman nasional ini terutama dikenal karena kekayaan flora hutan pegunungan yang dimilikinya. Sebagai gambaran, di seluruh wilayah CA Cibodas-Gede (kini bagian dari Taman Nasional), pada ketinggian 1.500 m dpl hingga ke puncak Gede dan Pangrango, tercatat tidak kurang dari 870 spesies tumbuhan berbunga dan 150 spesies paku-pakuan. Jenis-jenis anggrek tercatat hingga 200 spesies di seluruh Taman Nasional.
Van Steenis selanjutnya juga mencatat, dari 68 spesies tumbuhan pegunungan yang langka dan hanya diketahui keberadaannya di satu gunung saja di Jawa, 9 jenis di antaranya tercatat hanya dari Gunung Gede, dan 6 dari 9 jenis itu endemik Jawa.
Jenis edelweis jawa (Anaphalis javanica) yang tumbuh melimpah di Alun-alun Suryakancana sangat populer di kalangan pendaki gunung dan pecinta alam, sehingga dijadikan maskot taman nasional ini. Akan tetapi yang endemik Jawa dan agak jarang dijumpai sebetulnya adalah kerabat dekatnya, Anaphalis maxima[9]; di TNGGP hanya didapati di G. Pangrango dekat Kandang Badak[8]. Beberapa jenis endemik lain yang didapati di kawasan ini, di antaranya, sejenis uwi Dioscorea madiunensis; sejenis jernang Daemonorops rubra; pinang hijau Pinanga javana; sejenis kapulaga Amomum pseudofoetens; dan masih banyak lagi.
Fauna
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango memiliki kekayaan jenis hewan yang cukup tinggi, terutama di zona hutan pegunungan bawah. Beberapa jenisnya yang terhitung langka, endemik atau terancam kepunahan, di antaranya, adalah owa jawa (Hylobates moloch), lutung surili (Presbytis comata), anjing ajag (Cuon alpinus), macan tutul (Panthera pardus), biul slentek Melogale orientalis, sejenis celurut gunung Crocidura orientalis, kelelawar Glischropus javanus dan Otomops formosus, sejenis bajing terbang Hylopetes bartelsi, dua jenis tikus Kadarsanomys sodyi dan Pithecheir melanurus[10]. Beberapa jenis burung seperti elang jawa (Spizaetus bartelsi), serak bukit Phodilus badius, celepuk jawa Otus angelinae, cabak gunung Caprimulgus pulchellus, walet gunung Collocalia vulcanorum, pelatuk kundang Reinwardtipicus validus, ciung-mungkal jawa Cochoa azurea, anis hutan Zoothera andromedae, dan beberapa spesies lain[11]. Sejenis ular pegunungan Pseudoxenodon inornatus yang jarang kemungkinan juga terdapat di sini[10]; juga beberapa jenis amfibia langka seperti katak merah (Leptophryne borbonica), dan sejenis sesilia Ichthyophis hypocyaneus.
Hewan-hewan lain yang acap dijumpai, di antaranya monyet kra (Macaca fascicularis), lutung budeng (Trachypithecus auratus), teledu sigung (Mydaus javanensis), tupai akar (Tupaia glis), tupai kekes (T. javanica), tikus babi (Hylomys suillus), jelarang hitam (Ratufa bicolor), bajing-tanah bergaris-tiga (Lariscus insignis), pelanduk jawa (Tragulus javanicus) dan lain-lain. Seluruhnya, lebih dari 100 jenis mamalia serta lk. 250 jenis burung.
Objek Wisata di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango
Terdapat sejumlah objek menarik yang dapat dijadikan untuk kunjungan wisata taman nasional gunung gede pangrango. Objek wisata itu antara lain sebagai berikut:
Bumi Perkemahan Mandalawangi. Letaknya berada di komplek Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango di sebelah utara. Layaknya sebuah bumi perkemahan, tempat ini menjadi lokasi favorit untuk melakukan kegiatan camping atau perkemahan.
Canopy Trail. Letaknya tidak jauh dari pintu masuk jalur pendakian gunung Gede Pangrango Cibodas. Wahana ini berupa jembatan gantung yang membentang sepanjang 130 m dengan tiang penyangga berupa 4 pohon Rasamala (altingia excelsa) dengan diameter 1,2 meter dan tinggi canopy trail berkisar 45 meter. Sensasi wahana ini akan berujung pada Curug Ciwalen yang konon katanya bisa membuat awet muda.
Telaga Biru. Danau kecil berukuran lima hektare (1.575 meter dpl.) terletak 1,5 km dari pintu masuk jalur pendakian gunung Gede Pangrango Cibodas. Danau ini selalu tampak biru diterpa sinar matahari, karena ditutupi oleh ganggang biru.
Air terjun Cibeureum. Air terjun yang mempunyai ketinggian sekitar 50 meter terletak sekitar 2,8 km dari Cibodas. Di sekitar air terjun tersebut dapat melihat sejenis lumut merah yang endemik di Jawa Barat. Air Panas. Terletak sekitar 5,3 km atau 2 jam perjalanan dari Cibodas.
Kandang Batu dan Kandang Badak. Untuk kegiatan berkemah dan pengamatan tumbuhan/satwa. Berada pada ketinggian 2.220 m. dpl dengan jarak 7,8 km atau 3,5 jam perjalanan dari Cibodas.
Puncak dan Kawah Gunung Gede. Panorama berupa pemandangan matahari terbenam/terbit, hamparan kota Cianjur-Sukabumi-Bogor terlihat dengan jelas, atraksi geologi yang menarik dan pengamatan tumbuhan khas sekitar kawah. Di puncak ini terdapat tiga kawah yang masih aktif dalam satu kompleks yaitu kawah Lanang, Ratu dan Wadon. Berada pada ketinggian 2.958 m. dpl dengan jarak 9,7 km atau 5 jam perjalanan dari Cibodas.
Alun-alun Suryakencana. Dataran seluas 50 hektare yang ditutupi hamparan bunga edelweiss. Berada pada ketinggian 2.750 m. dpl dengan jarak 11,8 km atau 6 jam perjalanan dari Cibodas.
Jalur Pendakian Gunung Gede Pangrango
Terdapat tiga jalur pendakian yang sering digunakan oleh para pendaki untuk menuju gunung Gede Pangrango. Jalur pendakian gunung gede pangrango ini antara lain via Cibodas, Gunung Putri Desa Sukatani, dan Salabintana. Ke 3 jalur ini merupakan jalur resmi pendakian, dari sekian banyak jalur yang dapat diakses.
Via Gunung Putri Desa Sukatani
Dari arah Bandung belok kiri di pertigaan Simpangraya, masuk ke Pasekon, Pasir Kampung, melewati Kantor Desa Sukatani-Pacet, masuk Dusun Gunung Putri, di sini Anda sudah mulai turun, dilakukan pengecekan oleh petugas, dan mulai untuk persiapan muncak, boleh rehat dulu di rumah-rumah/basecamp yang juga menyediakan berbagai makanan, minuman, dan beristirahat.
Jalur Gunung Putri Desa Sukatani ini juga bisa diakses dari Perempatan Emas (Istana Cipanas, Kantor Pos, Pos 55 Polsek, Pasar Tradisional Cipanas). Ambil masuk jalur Barat arah Makam Pahlawan Cipanas, ambil jalur kiri masuk ke Sindangsari, lurus masuk ke Tegalsapi/Kayumanis, melewati Kantor Desa Sukatani dan masuk Gunung Putri seperti di atas.
Via Cibodas
Akses menuju gunung Gede Pangrango via Cibodas. Berjarak sekitar 95 km dari Jakarta dan 85 km dari Bandung. Untuk menuju Cibodas anda dapat berpatokan pada pertigaan Cibodas (paragajen). Dari arah Puncak-Bogor-Jakarta anda akan melewati perkebunan teh, lalu Hotel Puncak Pass. Kemudian dilanjutkan sampai nanti bertemu dengan DSE factory Outlet. Berjarak sekitar 70 meter ada pertigaan Cibodas, ambil arah kanan menuju Cibodas.Jika anda dari arah Cianjur-Bandung, anda dapat menjadikan Istana Negara Cipanas dan Pasar Cipanas sebagai pertama. Lalu dilanjutkan sampai bertemu dengan Rumah Sakit Cimacan. 40 meter setelahnya ada pertigaan, ambil arah kiri menuju Cibodas